Kerajaan Sriwijaya
Kata
sriwijaya berasal dari kata sri = mulia dan kata wijaya = kemenangan.
Kemenangan yang dimaksud di sini ialah kemenangan Dapunta Hyang dalam
melakukan perjalanan suci (manalp siddhayatra). Kerajaan ini berdiri
pada abad ke-7 M. Pusat Kerajaan Sriwijaya berada di Palembang. Seperti
halnya Kutai dan Tarumanegara, keberadaan Sriwijaya juga diketahui dari
prasasti dan Berita Cina. Dari tempat ditemukannya prasasti yang
menyebutkan tentang Sriwijaya, dapat diketahui bahwa Sriwijaya merupakan
kerajaan besar. Ada sembilan prasasti yang menceritakan tentang
keberadaan Sriwijaya. Tiga di antaranya ditemukan di luar negeri.
Sriwijaya
mencapai kemajuan di segala aspek kehidupan masyarakat ketika
diperintah Raja Balaputradewa. Balaputradewa bahkan sudah menjalin
hubungan dengan Kerajaan Benggala dan Kerajaan Chola di India. Pada masa
Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat perdagangan dunia di
Asia Tenggara dan menjadi pusat perkembangan agama Buddha. Ia mendirikan
Universitas Nalanda untuk mendidik para biksu dan bikhuni dengan murid
berasal dari Jawa, Cina, Campa, Tanah Genting Kra, bahkan India. Selain
prasasti, informasi tentang Sriwijaya banyak diperoleh dari catatan
Dinasti Tang di Cina dan dari catatan I Tsing, seorang musafir Cina yang
belajar paramasastra Sanskerta di Sriwijaya. Dinasti Tang mencatat
bahwa utusan Sriwijaya pernah datang ke Cina, yaitu tahun 971, 972, 975,
980, dan tahun 983. Itulah sebabnya ditemukan catatan tentang Sriwijaya
dalam Prasasti Kanton.
Menurut
catatan I Tsing, Sriwijaya berperan sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dan agama Buddha di Asia Tenggara. I Tsing belajar tata
bahasa Sanskerta dan teologi Buddha di Sriwijaya. I Tsing menerjemahkan
kitab kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Cina. Sriwijaya juga
terkenal sebagai kerajaan maritim dan memiliki armada laut.
Perhatikanlah Peta Kerajaan Sriwijaya. Sebagai kerajaan maritim,
Sriwijaya merupakan pusat perdagangan di Asia Tenggara karena menguasai
dua selat besar yang penting dalam perdagangan, Selat Malaka dan Selat
Sunda. Sriwijaya mulai mengalami kemunduran setelah mendapat serangan
dari Dharmawangsa (992), Rajendra Coladewa dari Kerajaan Colamandala
(1023, 1030, dan tahun 1060), Kertanegara (1275), dan Gajah Mada (1377).
Sriwijaya akhirnya hancur ketika Majapahit mulai berkembang di Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar